Makalah
Tentang Kasta di Bali
1. Latar Belakang
Makalah
ini mengambil tema transformasi kekuasaan dengan mengambil studi kasus pada
memudarnya sistem kasta di Bali.Dimana dalam makalah ini berusaha untuk
menggambarkan bagaimana globalisasi memberikan pengaruh terhadap memudarnya
sistem kasta yang begitu mengakar dalam masyarakat Bali.
Penulisan
makalah ini dilatarbelakangi oleh konsep bahwa kekuasaan merupakan sesuatu hal
yang selalu diperebutkan di masyarakat dengan menguasai sumber-sumber kekuasaan
yang ada di masyarakat. Kekuasaan akan selalu diperebutkan karena dengan
kekuasaan seseorang akan dapat melakukan kepentingan politiknya dan bahkan
menuntut kepatuhan dari seseorang. Sebagaimana pendapat dari Haryanto bahwa :
kekuasaan
yang ada pada genggaman penguasa dapat dipergunakan untuk meredam agar kelompok
yang seharusnya tunduk dan patuh tidak mengadakan gugatan atau perlawanan;
dengan kekuasaan, kelompok yang disebut belakangan, suka atau tidak suka,
dipaksa untuk tunduk dan patuh terhadap tatanan atau kebijaksanaan yang
berlaku.
Masyarakat Bali dengan bentuk kehidupannya yang telah berjalan secara turun temurun sangat kuat pola patrimonialismenya yang ditandai dengan adanya sistem kasta. Dengan kuatnya pola itu menyebabkan berbagai pemahaman terhadap kejadian selalu bersifat Purisentris, yang mengakibatkan apapun selalu menguntungkan keluarga Puri, seperti contoh : jika ibu ada yang melahirkan anak kembar buncing maka pada jaman dahulu ibu tersebut dan suaminya beserta anak-anaknya dalam beberapa waktu harus diasingkan, biasanya akan diharuskan tinggal di dekat kuburan desa sedangkan jika keluarga Puri yang melahirkan kembar buncing, maka akan ada pesta yang sangat meriah karena dianggap berkah dan seluruh warga masyarakat wajib untuk datang ke Puri untuk ngaturang ayah.
Masyarakat Bali dengan bentuk kehidupannya yang telah berjalan secara turun temurun sangat kuat pola patrimonialismenya yang ditandai dengan adanya sistem kasta. Dengan kuatnya pola itu menyebabkan berbagai pemahaman terhadap kejadian selalu bersifat Purisentris, yang mengakibatkan apapun selalu menguntungkan keluarga Puri, seperti contoh : jika ibu ada yang melahirkan anak kembar buncing maka pada jaman dahulu ibu tersebut dan suaminya beserta anak-anaknya dalam beberapa waktu harus diasingkan, biasanya akan diharuskan tinggal di dekat kuburan desa sedangkan jika keluarga Puri yang melahirkan kembar buncing, maka akan ada pesta yang sangat meriah karena dianggap berkah dan seluruh warga masyarakat wajib untuk datang ke Puri untuk ngaturang ayah.
Suatu
perubahan yang terjadi pada ranah masyarakat lokal memang tidak bisa dilepaskan
pada situasi yang terjadi secara nasional maupun global, namun perubahan cara
kehidupan masyarakat lokal terutama pada daerah urban sangat mempengaruhi
perubahan yang terjadi tersebut, karena dengan adanya arus urbanisasi berbagai
pengaruh dapat ditimbulkannya termasuk cara pandang masyarakat terhadap pola
kehidupan yang telah ada sebelumnya.
Sebagaimana
yang diketahui Bali merupakan daerah yang menjadi daerah tujuan pariwisata
dunia yang tentunya akan berarti mengalami tekanan dari globalisasi dengan
sangat kuat dan intensif. Globalisasi merupakan bentuk perkembangan dunia yang
tidak dapat dihindari, namun perkembangan dunia tersebut menimbulkan berbagai
pengaruh yang sangat besar pada kehidupan masyarakat di dunia.
Berbagai
pergeseran baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya terjadi
begitu cepat dan tidak ada yang dapat menghindarinya.Arus informasi, barang,
uang maupun manusia bergerak sangat cepat sehingga seakan-akan tidak ada lagi
batas di dunia ini.Globalisasi yang terjadi memang menimbulkan berbagai effek
positif bagi perkembangan dunia, namun tidak dapat dipungkiri effek negatifnya
pun tidak kalah banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat di dunia termasuk di
Bali ditandai dengan memudarnya budaya Bali itu sendiri.
Salah
satu bentuk pergeseran yang terjadi di Bali khususnya Karangasem adalah
terjadinya pemudaran terhadap sistem kasta, dimana dalam kehidupan masyarakat
Bali keberadaan sistem kasta akan menimbulkan stratifikasi kekuasaan. Namun
globalisasi memberikan dampak bahwa terjadi perubahan cara pandang masyarakat
Karangasem terhadap sistem kasta sehingga melahirkan sebuah transformasi
kekuasaan pada masyarakat Karangasem selain juga karena pengaruh dari sistem
pemerintahan yang diterapkan di Indonesia.
2. Rumusan Masalah
Dari
rumusan latar belakang yang telah disampaikan di depan, maka rumusan masalah
yang disampaikan dalam makalah ini adalah : “bagaimana bentuk transformasi kekuasaan
yang terjadi pada masyarakat Karangasem-Bali sebagai akibat dari pengaruh
globalisasi?”
3. Kerangka Pemikiran
Masuknya
pengaruh globalisasi pada masyarakat Karangasem yang pada akhirnya melahirkan
perubahan yang terjadi pada masyarakat baik itu dari segi politik, ekonomi, dan
sosial budaya. Akibat perubahan tersebut pula berdampak pada cara pandang
masyarakat terhadap sistem kasta. Dengan adanya perubahan masyarakat terhadap
cara pandang terhadap sistem kasta yang kemudian akhirnya melahirkan transformasi
kekuasaan pada masyarakat Karangasem.
4. Sistem Kekuasaan di Bali
Dalam
sistem kasta di Bali dikenal dengan adanya pengelompokan masyarakat ke dalam 4
(empat) kasta yakni : Brahmana, Ksatriya, Weisya, dan Sudra. Dalam hubungan
keempat kasta ini masyarakat yang berasal dari kasta triwangsa, yakni yang
berasal dari kasta brahmana, ksatriya,bahkan dalam era otonomi daerah dengan
pelaksanaan Pilkada peranan kasta triwangsa juga sangat berperan penting dalam
masyarakat untuk memilih Bupati/Wakil Bupati.
Dalam
pergaulan sehari-hari pun masyarakat yang berkasta sudra berkedudukan sangat
rendah. Seperti misalnya seorang yang berasal dari kasta sudra harus
menggunakan Sor Singgih Basa, untuk menghormati kasta-kasta yang lebih tinggi.
Dalam penggolongan kasta di Bali dibagi menjadi 4 (empat) kelompok yaitu:
a. kasta
Brahmana.
Kasta
brahmana merupakan kasta yang memiliki kedudukan tertinggi, dalam generasi
kasta brahmana ini biasanya akan selalu ada yang menjalankan kependetaan. Dalam
pelaksanaanya seseorang yang berasal dari kasta brahmana yang telah menjadi
seorang pendeta akan memiliki sisya, dimana sisya-sisya inilah yang akan
memperhatikan kesejahteraan dari pendeta tersebut, dan dalam pelaksanaan
upacara-upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh anggota sisya tersebut dan
bersifat upacara besar akan selalu menghadirkan pendeta tersebut untuk muput
upacara tersebut. Dari segi nama seseorang akan diketahui bahwa dia berasal
dari golongan kasta brahmana, biasanya seseorang yang berasal dari keturunan
kasta brahmana ini akan memiliki nama depan “Ida Bagus untuk anak laki-laki,
Ida Ayu untuk anak perempuan, ataupun hanya menggunakan kata Ida untuk anak
laki-laki maupun perempuan”. Dan untuk sebutan tempat tinggalnya disebut dengan
griya.
b. Kasta
Ksatriya
Kasta
ini merupakan kasta yang memiliki posisi yang sangat penting dalam pemerintahan
dan politik tradisional di Bali, karena orang-orang yang berasal dari kasta ini
merupakan keturuna dari Raja-raja di Bali pada zaman kerajaan.Namun sampai saat
ini kekuatan hegemoninya masih cukup kuat, sehingga terkadang beberapa desa
masih merasa abdi dari keturunan Raja tersebut. Dari segi nama yang berasal
dari keturunan kasta ksariya ini akan menggunakan nama “Anak Agung, Dewa Agung,
Tjokorda, dan ada juga yang menggunakan nama Dewa”. Dan untuk nama tempat
tinggalnya disebut dengan Puri.
c. kasta Wesya
Masyarakat
Bali yang berasal dari kasta ini merupakan orang-orang yang memiliki hubungan
erat dengan keturunan raja-raja terdahulu. Masyarakat yang berasal dari kasta
ini biasanya merupakan keturunan abdi-abdi kepercayaan Raja, prajurit utama
kerajaan, namun terkadang ada juga yang merupakan keluarga Puri yang
ditempatkan diwilayah lain dan diposisikan agak rendah dari keturunan asalnya
karena melakukan kesalahan sehingga statusnya diturunkan. Dari segi nama kasta
ini menggunakan nama seperti I Gusti Agung, I Gusti Bagus, I Gusti Ayu, ataupun
I Gusti. Dinama untuk penyebutan tempat tinggalnya disebut dengan Jero.
d. Kasta Sudra
Kasta
Sudra merupakan kasta yang mayoritas di Bali, namun memiliki kedudukan sosial
yang paling rendah, dinama masyarakat yang berasal dari kasta ini harus
berbicara dengan Sor Singgih Basa dengan orang yang berasal dari kasta yang
lebih tinggi atau yang disebut dengan Tri Wangsa. Sampai saat ini masyarakat
yang berasal dari kasta ini masih menjadi parekan dari golongan Tri Wangsa.
Dari segi nama warga masyarakat dari kasta Sudra akan menggunakan nama seperti
berikut :
- Untuk anak
pertama : Gede, Putu, Wayan.
- Untuk anak
kedua : Kadek, Nyoman, Nengah
- Untuk anak
ketiga : Komang
- Untuk anak
keempat : Ketut
Dengan
uraian yang telah disampaikan di atas dalam penulisan makalah ini yang dimaksud
dengan struktur kekuasaan dalam masyarakat Bali adalah struktur yang tercipta
dalam kehidupan masyarakat Bali yang menciptakan elit-elit lokal dalam
kehidupan masyarakat Bali.Dimana terbentuknya struktur kekuasaan tersebut
banyak dipengaruhi oleh faktor budaya sebagai warisan leluhur masyarakat Bali
melalui sistem kasta.
5. Transformasi Kekuasaan akibat pengaruh globalisasi
di Karangasem
Menurut
Agus Salim Pola perubahan sosial ada dua macam yaitu yang datang dari negara
(state) dan yang datang dari bentuk pasar bebas (free market). Perubahan yang
dikelola oleh pemerintah berorientasi pada ekonomi garis komando yang datang
secara terpusat, sedangkan dari pasar bebas-campur tangan pemerintah sangat
terbatas.Negara memberi pengaruhnya secara tidak langsung, sehingga pasar bebas
lebih dominan.
Jika
pada bagian struktur kekuasaan masyarakat Bali telah disampaikan bagaimana
sistem kekuasaan Bali melalui sistem kasta, namun setelah mendapat pengaruh
globalisasi kehidupan masyarakat Bali yang diwujudkan dalam usaha pengalihan
sistem kasta menjadi sistem warna.
Bagi
sebagian orang di Indonesia dan mungkin sebagian masyarakat Bali tidak mengenal
sistem Warna dalam masyarakat Bali karena selama ini mengenal bahwa sistem
pembagian masyarakat Bali hanya berdasarkan kasta saja.Namun tidak dapat
dipungkiri memang kasta telah menjadi suatu sistem pengelompokan dan pemetaan
kuasa masyarakat di Bali.
Warna
adalah suatu sistem pembagian atau pengelompokan masyarakat berdasarkan fungsi
yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang tersebut
bekerja sebagai seorang pendeta atau menjalankan fungsi-fungsi kependetaan maka
dia akan berfungsi sebagai warna brahmana, jika orang tersebut bekerja sebagai
pemimpin di masyarakat maka dia akan berfungsi sebagai wangsa ksatriya, atau
jika seseorang bekerja sebagai seorang pejabat penting lainnya dia akan disebut
sebagai orang yang menjalankan warna weisya, dan jika seseorang yang
melaksanakan pekerjaan sehari-harinya sebagai buruh atau tenaga lepas dari
seseorang maka ia dikatakan sebagai seseorang yang menjalankan fungsi sebagai
warna sudra.
Akhir-akhir
ini perdebatan mengenai kasta dan warna di Bali semakin menuai banyak pendapat,
baik itu yang bersifat menerima apa adanya sebagai warisan leluhur, ada yang
mencoba mengkritisi sebagai bentuk protes sosial dan upaya untuk menciptakan
sirkulasi elit, ada yang mencoba memilahnya sesuai dengan situasi yang ada
misalnya menerapkan konsep kasta ketika pada situasi adat istiadat namun
menerima sistem warna sebagai praktek dalam kehidupan modern, dan terakhir ada
yang menganggap bukan permasalahan serius ketika kekuasaan bisa diraih dengan berbagai
macam cara.
Salah
satu pendapat yang mencoba mengkritisi kasta dan warna, sebagaimana yang
disampaikan oleh Made Kembar Kerepun, bahwa sistem Kasta di Bali merupakan
sebuah rekayasa yang dibuat oleh masyarakat di Bali yang sangat cerdas dimana
untuk menguatkan rekayasa tersebut para masyarakat yang disebut dengan aktor
cerdas tersebut dengan sengaja membuat acuan-acuan dalam teks yang dalam
kehidupan masyarakat Bali disebut dengan lontar yang bertujuan untuk membuat
perlindungan utuk menguatkan rekayasa tersebut, dimana penulis mengemukakan
sebagai payung hukum, dan pembenar. Made Kembar juga menyampaikan bahwa dengan
adanya rekayasa tersebut telah merugikan, mensubordinasi, memarjinalkan, bahkan
mendiskriminasi kaum di luar lingkungan Tri Wangsa dalam kehidupan sehari-hari.
Di
Karangasem sendiri tranformasi kekuasaan pada masyarakat ditunjukkan oleh
terjadinya pergeseran pada pemegang kekuasaan.Dimana pada kekuasaan dengan
sistem kasta menempatkan Puri Karangasem sebagai penguasa penuh, namun dengan adanya
pengaruh pandangan baru terhadap masyarakat Karangasem merubah peta kekuasaan
itu sendiri yang ditandai dengan lahirnya elit-elit baru di masyarakat
Karangasem.
Hal
ini ditunjukkan dengan sudah 3 (tiga) generasi Bupati tidak pernah dijabat oleh
keluarga Puri Karangasem.Ketika memasuki masa kemerdekaan Indonesia, keturunan
Puri Karangasem tersebut yang menjadi Bupati pertama Karangasem adalah anak
pertama AAAA Ketut Karangasem, yakni Anak Agung Gede Jelantik.AA Gede Jelantik
sempat digantikan oleh kalangan bukan Puri Gede (Puri Karangasem), yakni I
Gusti Lanang Rai. Pengganti I Gusti Lanang Rai kembali berasal dari Puri Gede,
yaitu Anak Agung Gede Karang-ayah AA Arya Mataram-hingga 2,5 kali masa jabatan
(12 tahun) menjadi Bupati Karangasem.
Setelah
masa itu, dari Puri Karangasem tidak ada lagi yang menjabat sebagai Bupati
Karangasem. Mulai tahun 1970-an masa partai-partaian, tiga bupati di Karangasem
tidak berasal dari puri dan biasanya jatah polisi. Bupati tersebut adalah I
Ketut Merta, Sm.ik, kemudian pasca reformasi dijabat oleh Drs. I Gede Sumantara
Adi Prenata, dan I Wayan Geredeg.
Selain
dari dominasi terhadap jabatan Bupati, indikasi terhadap memudarnya kekuasaan
Puri Karangasem juga bisa dilihat dari munculnya
elit-elit baru yang mampu menguasai sumber-sumber ekonomi masyarakat
Karangasem. Dengan pengaruh globalisasi dengan sistem kapitalismenya adanya
elit baru di bidang ekonomi tersebut membuat terjadinya pergeseran pandangan
masyarakat terhadap siapa yang berkuasa, karena dengan melihat kondisi
perekonomian masyarakat Karangasem maka masyarakat akan cenderung “ikut” pada
pemilik modal. Beberapa elit ekonomi baru yang muncul di Karangasem seperti :
Gusti Tusan, Suryanata Sari, dan I Wayan Geredeg.
1. Kesimpulan
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terjadinya transformasi kekuasaan di
Karangasem salah satunya mendapat pengaruh dari globalisasi yang memberikan
cara pandang baru termasuk melahirkan kapitalisme. Dimana transformasi
kekuasaan tersebut ditandai dengan adanya elit-elit baru yang mampu menggeser
dari kekuasaan Puri yang berasal dari sistem kasta.Selain itu transformasi
kekuasaan juga melahirkan diperjuangkannya sistem warna sebagai sebuah bentuk
hubungan dalam masyarakat.
Dengan
demikian hal ini merupakan sebuah fenomena di tengah semakin menguatnya
kedudukan Puri karena pengaruh desentralisasi yang diterapkan dengan
pelaksanaan Pilkada Bali.Sebagaimana yang terjadi pada Badung dan Gianyar.
0 komentar:
Posting Komentar